BAZNAS: Utamakan Zakat Produktif, kasih kail bukan ikannya, alias modal kerja, Abdul Wahid Al Faizin

Elmadinanews.com

ZAKAT ITU HARUSNYA DALAM BENTUK KAIL BUKAN IKAN

Abdul Wahid Al-Faizin

Saat ini banyak sekali program zakat bersifat konsumtif bukan produktif. Zakat hanya dirupakan dalam bentuk sembako dan makanan bukan dalam bentuk modal kerja.

Akibatnya zakat seperti menjadi candu bagi para mustahiq. Mereka selalu senang, berharap, serta bergantung pada zakat bukan berfikir untuk berusaha mandiri. Ibaratnya mustahiq selalu diberikan ikan sehingga mereka selalu berharap untuk selalu terpenuhi kebutuhan ikannya.
Bukan diberikan dalam bentuk kail sehingga mereka bisa menangkap ikan sendiri dan bisa memenuhi kebutuhan ikannya setiap hari.

Padahal kalau kita melihat literatur fiqh, zakat seharusnya diberikan dalam bentuk modal kerja.
Iman Nawawi menyebutkan

قال اصحابنا فان كان عَادَتْهُ الِاحْتِرَافَ أُعْطِيَ مَا يَشْتَرِي بِهِ حِرْفَتَهُ أَوْ آلَاتِ حِرْفَتِهِ قَلَّتْ قِيمَةُ ذَلِكَ أَمْ كَثُرَتْ وَيَكُونُ قَدْرُهُ بِحَيْثُ يَحْصُلُ لَهُ مِنْ ربحه ما يفى بكفايته غالبا تَقْرِيبًا وَيَخْتَلِفُ ذَلِكَ بِاخْتِلَافِ الْحِرَفِ وَالْبِلَادِ وَالْأَزْمَانِ وَالْأَشْخَاصِ
[النووي، المجموع شرح المهذب، ١٩٤/٦]

“Menurut Ashab Syafi’i jika mustahiq bisa bekerja, maka dia diberikan zakat yang bisa digunakan untuk meningkatkan keterampilan dan alat yang bisa menunjang pekerjaannya baik nilainya kecil atau besar. Besaran zakat yang diberikan adalah sebanyak sesuatu yang dengannya mustaqih bisa mendapatkan keuntungan atau pendapatan yang bisa dia gunakan untuk mencukupi kebutuhannya secara umum. Karena itu besaran zakat yang diberikan berbeda-beda sesuai jenis pekerjaan, daerah, waktu dan orangnya”

Zakat diberikan dalam bentuk konsumtif hanya untuk mustahiq yang memang tidak memiliki keterampilan sama sekali.
Imam Nawawi melanjutkan

فَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُحْتَرِفًا وَلَا يُحْسِنُ صَنْعَةً أَصْلًا وَلَا تِجَارَةً وَلَا شَيْئًا مِنْ أَنْوَاعِ الْمَكَاسِبِ أُعْطِيَ كِفَايَةَ الْعُمْرِ الْغَالِبِ لِأَمْثَالِهِ فِي بِلَادِهِ وَلَا يَتَقَدَّرُ بِكِفَايَةِ سَنَةٍ قَالَ الْمُتَوَلِّي وَغَيْرُهُ يُعْطَى مَا يَشْتَرِي بِهِ عَقَارًا يَسْتَغِلُّ مِنْهُ كِفَايَتَهُ
[النووي، المجموع شرح المهذب، ١٩٤/٦]

“Jika mustahiq tidak bisa bekerja, tidak memiliki keterampilan sama sekali, tidak bisa berdagang dan berbagai bentuk profesi yang lain, maka dia diberikan zakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seumur hidup. Bahkan menurut Al-Mutawalli dan lainnya zakat untuk dirinya dibelikan aset atau tanah yang bisa menghasilkan dan hasilnya bisa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya”

Program Zakat produktif inilah yang harus dijadikan program unggulan BAZNAS atau LAZ di mana pun juga. Bukan hanya program pemberian zakat konsumtif sembako yang hanya heboh dalam seremonial saja. Dengan menampilkan para mustahiq yang haru biru karena mendapatkan makanan dan sembako.

Zakat seharusnya bisa menjadikan mustahiq bermartabat karena menjadikan dia berdaya dengan zakat yang diterima. Sehingga dia bisa berubah dari mustahiq menjadi Muzakki. Bukan malah menjadikan mustahiq hina karena selalu bergantung bahkan berebut zakat…

BERTEPATAN HUT KEMERDEKAAN RI INI,
ZAKAT ITU HARUSNYA MEMERDEKAKAN SECARA EKONOMI.

Wallahu A’lam