Pelajaran terbaik dari sang anak, tentang shodaqoh

*KEJUJURAN SEORANG ANAK, MENYADARKAN KU ARTI PENTING SEDEKAH* (by Guru Muslim)

Suatu hari setelah melaksanakan sholat jum’at, aku masih duduk di teras mesjid di kawasan Simpang 3 sipin “MASJID NURDIN HASANAH”

Jamaah masjid sudah sepi, bubar masing-masing dengan kesibukannya.

Seorang nenek tua menawarkan dagangannya, kue traditional.

Satu plastik harganya lima ribu rupiah, aku sebetulnya tidak berminat, tetapi karena kasihan aku beli satu plastik.

Si nenek penjual kue terlihat letih dan duduk di teras mesjid tak jauh dariku, Kulihat masih banyak dagangannya.

Tak lama kemudian, kulihat seorang anak lelaki keluar dari masjid dan mendatangi si nenek, aku perkirakan bocah itu baru murid kelas satu atau dua SD.

Dialognya dengan si nenek jelas terdengar dari tempat aku duduk.

“Berapa harganya Nek?”
“Satu plastik kue Lima ribu, nak”, jawab si nenek.

Anak kecil itu mengeluarkan uang lima puluh ribuan dari kantongnya dan berkata :

“Saya beli 10 plastik, ini uangnya, tapi buat Nenek aja kuenya kan bisa dijual lagi.”

Si nenek jelas sekali terlihat berbinar2 matanya :

“Ya Allah terima kasih banyak nak, Alhamdulillah ya Allah rezeki dari Mu, smg hamba bisa beli obat untuk cucu yg lagi sakit”, si nenek langsung jalan.

Refleks aku panggil anak lelaki itu :

“Siapa namamu nak? Kelas berapa?”
“Nama saya Radit, kelas 2, pak”, jawabnya sopan.
“Uang jajan kamu sehari lima puluh ribu?’”

” Oh .. tidak Pak, saya dikasih uang jajan sama papa sepuluh ribu sehari. Tapi saya tidak pernah jajan, karena saya juga bawa bekal makanan dari rumah.”

“Jadi yang kamu kasih ke nenek tadi tabungan uang jajan kamu sejak hari senin?”, tanyaku semakin tertarik.

“Betul Pak, jadi setiap jumat saya bisa sedekah lima puluh ribu rupiah, sesudah itu saya berdoa agar Allah memberikan pahalanya untuk ibu saya yang sudah meninggal.

Sebab saya pernah mendengar ceramah dari seorang ustadz, bhw ada seorang ibu yang Allah ampuni dosanya dan selamatkan dari api neraka karena anaknya bersedekah sepotong roti, Pak”, anak SD itu berbicara dengan fasihnya.

Aku pegang bahu anak itu :

” Sejak kapan ibumu meninggal, Radit?”
“Ketika saya masih TK, pak”

Tak terasa air mataku menetes, lama2 mengalir deras tanpa sengaja, terasa terhina dihadapkan Allah ..

“Hatimu jauh lebih mulia dari Bp nak Radit, ini aku ganti uang kamu yg Lima puluh ribu tadi ya …”, kataku sambil menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan ke tangannya.

Tapi dengan sopan Radit menolaknya dan berkata :

“Terima kasih banyak Pak … Tapi untuk keperluan bapak aja, saya masih anak kecil tidak punya tanggungan … Tapi bapa punya keluarga … Saya pamit pulang dulu Pak”.

Radit menyalami tanganku dan menciumnya.

“Allah menjagamu, nak ..”, jawabku lirih, sambil mengusap mata yg semakin basah.

Aku pun beranjak pergi, tidak jauh dari situ kulihat si nenek penjual kue ada di sebuah apotik, bergegas aku kesana, kulihat si nenek akan membayar obat yang dibelinya.

Aku bertanya kepada kasir, berapa harga obatnya, kasir menjawab : ” Empat puluh ribu rupiah Bp …”

Aku serahkan uang yang ditolak anak tadi ke kasir : ” Ini saya yang bayar… Kembaliannya berikan kepada si nenek ini..”

“Ya Allah … Pak …”

Belum sempat si nenek berterima kasih, aku sudah bergegas meninggalkan apotik … Aku bergegas pergi untuk melanjutkan perjalananku lagi.

Dalam hati aku berdoa semoga Allah terima sedekahku dan ampuni dosa ayahku yg sudah meninggal, beri kesehatan kpd ibuku yg sdh tua, serta beri kelancaran untuk anak2ku yg sedang berjuang menuntut ilmu.

Saudara & Sahabatku ada kalanya seorang anak lebih jujur dari pada orang dewasa, ajarkanlah anak2 kita dari dini tindakan nyata yg bukan teori semata.

Wallahu a’lam bisshowab ..
(Salam dari Jambi)