Mengatur Ulang Penyelenggaraan Pilkada.

Toggle navigation
Anies, Kerinduan Golkar Kembali Dominan
Dan Poros Menjanjikan Di 2024
29 Januari 2021

Berita Golkar – Saling lempar rasionalisasi tengah terjadi di Parlemen, saat muncul diskursus mengenai kesan adanya keganjilan pada agenda kontestasi elektoral mendatang.

Semua berawal dari agenda revisi RUU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021 yang akan dibahas DPR. RUU tersebut menggabungkan Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.

Salah satu poin UU Pemilu yang berlaku saat ini sendiri menyatakan bahwa, Pilkada yang secara periodik dan lazimnya berlangsung di tahun 2022, akan digelar di tahun 2024 dengan masa jabatan sisanya diampu oleh pejabat sementara (Pjs.).

Revisi UU Pemilu lantas berusaha mengatur ulang penyelenggaraan Pilkada di sejumlah daerah yang rencananya dinormalisasi pada tahun 2022, termasuk edisi di 2023. Pilkada DKI Jakarta sendiri menjadi satu dari 101 daerah yang nasibnya akan bergantung pada ketuk palu keputusan revisi kelak.

Suara sejumlah fraksi di DPR nyatanya terbelah mengenai hal ini. Pihak yang mendukung revisi sendiri sejauh ini terdiri dari Nasdem, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta Golkar.

Sementara fraksi di DPR yang bersikukuh agenda Pilkada tetap digeser pada 2024, yakni PDIP, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, mempertanyakan ihwal bagaimana perubahan atau revisi akan dilakukan jika Pilkada Serentak 2024 yang diatur dalam UU tersebut belum dijalankan.

Sementara dari sudut berbeda, Sekretaris Fraksi Partai Nasdem, Saan Mustopa, mengatakan bahwa tidak mungkin parpol dalam kontestasi di Pileg dan Pilpres dalam waktu bersamaan harus mempersiapkan rekrutmen kepala daerah, yang secara teknis dapat dipastikan akan menemui permasalahan.

Sikap yang kiranya menarik datang dari Golkar. Wakil Ketua Umum yang juga Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia – yang notabene menjadi pihak pengusul revisi – berdiri di atas argumen bahwa aturan yang ada saat ini akan menimbulkan ketidakadilan bagi kepala daerah.

Menarik karena selain lumrahnya bersikap selaras dengan gerbong koalisi saat ini bersama PDIP, sikap berbeda dari Golkar ini juga menimbulkan interpretasi lain soal kemungkinan adanya kepentingan tertentu di balik usulan revisi.

Meskipun salah satu parpol pendukung revisi, yakni Golkar, melalui Ahmad Doli Kurnia sendiri telah menyanggahnya, kemungkinan yang tersingkap itu kiranya cukup memikat untuk didalami.

Terlebih jika diamati, parpol pendukung revisi seolah dapat membentuk koalisi politik termutakhir jelang pesta demokrasi 2024.

Lantas pertanyaannya, mungkinkah sebenarnya Golkar memang akan diuntungkan jika revisi UU Pemilu berhasil disepakati? Serta apakah memang ada korelasinya dengan Pilkada DKI seperti yang disampaikan oleh M. Qodari?

Momentum Golkar Tentukan Arah?

Cukup menarik memang ketika melihat komposisi terbelahnya suara parpol terkait revisi UU Pemilu. Mengingat sangat terbuka pula kemungkinan bahwa komposisi tersebut dapat menjadi gambaran kasar peta politik pada kontestasi elektoral 2024.

Dalam Jokowi forms broad Indonesia coalition, bringing in rival Prabowo, Shotaro Tani juga menyiratkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mustahil bertarung di 2024, nantinya akan membuat parpol dalam koalisi mulai menentukan kepentingan masing-masing.