Maulid Nabi Sunah Taqririyah


Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj menyampaikan tausiyah dalam acara Maulid Akbar dan Doa Untuk Keselamatan Bangsa di Masjid Istiqlal Jakarta, Kamis malam (21/11/2019).

Dalam ceramahnya, Kiai asal Cirebon yang dikenal dunia ini menegaskan bahwa memperingati Maulid Nabi bukan bid’ah tetapi sunnah taqririyah. “Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan sunnah taqririyah,” tegasnya yang juga pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Jakarta ini.

Lebih lanjut beliau menerangkan, Sunnah ada tiga. Pertama sunnah qauliyah yaitu perkataan Nabi Muhammad SAW yang berupa perintah, larangan dan himbauan.

Kedua, sunnah fi’liyah yaitu prilaku, sikap dan tindakan beliau. Dan yang ketiga, perkataan yang mengatakan bukan nabi dan prilaku, bukan prilaku nabi tetapi dibenarkan oleh beliau. Maka ini menjadi sunnah taqririyah.

Kemudian beliau memberikan contoh, Sayidina Bilal habis wudlu melakukan shalat dua rakaat. Kemudian nabi bertanya, “Shalat apa, Bilal?” Bilal menjawab, “Shalat ba’diyah wudlu.” Lantas nabi membenarkan apa yang dilakukan Bilal.

Jadi shalat ba’diyah wudlu itu yang pertama kali melaksanakan adalah Bilal yang mendapatkan legitimasi dari nabi. Maka ini menjadi sunnah taqririyah.

“Memuji-muji dan menyanjung-nyanjung Nabi Muhammad SAW juga disebut sunnah taqririyah,” kata Kiai Said dikutip dari Khas Kempek. Karena nabi tidak pernah memerintahkan, tetapi ketika ada orang yang memuji Nabi Muhammad, maka nabi tidak melarangnya.

“Seperti syair pujian Kaab Bin Juhair kepada nabi. Nabi tidak melarangnya malahan nabi memberikan hadiah berupa selimut bergaris-garis yang dalam bahasa Arab disebut burdah. Dari situ, setiap ada qasidah syair yang isinya memuji nabi Muhammad SAW disebut qasidah burdah,” terang Kiai Said. (*fqh)

*Sumber : PBNU