Kajian Tasawuf: K.H.Buya Arrazy Hasyim

Elmadinanews.com
Dokumentasi Dakwah Buya Arrazy Hasyim

Maqam

Orang yang menempuh jalan ruhani, mendekatkan diri pada Allah, tak lepas dari urutan pencapaian tingkatan, orang diketahui maqam tingkatannya dari kesan yang ditimbulkan pada hati dan perbuatan orang itu ketika mengalami kejadian dan ketika mengambil kesimpulan, keputusan, dan tindakan pada amaliyah yang dilakukan.

1. Tingkatan awam, atau syareat, atau masih bergantung pada dunia.
2. Tingkatan hakikat, permulaan orang menempuh jalan thareqah, atau orang yang bergantung pada amal akherat.
3. Tingkatan arif billah, atau makrifat, atau orang yang bertawakal dan hanya bergantung kepada Allah, tidak bergantung lagi pada amal dunia atau amal akherat.
4. Tingkatan orang yang istiqamah, ikhlas dan ridha, ikhlas ketika beramal, dan ridha ketika diberi apa saja oleh Allah, antara enak dan sakit tak merubah suasana hatinya melakukan istiqamah amal. Ini tingkatan para Nabi. Jika orang biasa dinamakan warasatul ambiya’.
5. Tingkatan mursidin, orang yang sudah menempuh penempuhan proses, dari satu sampai 4, lalu sebagaimana rasulnya Allah, kembali kepada manusia untuk mendidik manusia menempuh jalan ruhani, apa saja yang dilakukan untuk mendidik orang lain, atau pewaris rasul, dinamakan warasatul mursalin.
Kesan yang ditimbulkan oleh kejadian, apa saja kejadian yang menimpa seseorang itu menjadi tolak ukur maqam kedudukan orang itu di sisi Allah, dan tingkat satu itu bukan berarti salah, tapi memang keadaan maqamnya memang masih di situ, yang memberikan maqam kedudukan itu Allah, dan Allah juga yang memberikan tanda kesan pada suasana hati seseorang itu.

Orang yang ketika beramal, dan dia memperbagus amal lahiriyahnya, apa-apa yang terlihat diperbagus, ketika bicara di depan orang lain diperbagus kata-kata dan pakaiannya, juga ketika melakukan sesuatu masih memakai syareat, teori, dan ketika menemukan kebuntuan teorinya maka dicari teori lain, misal ketika mengobati umpama disuntik dengan obat biru tak sembuh, maka dicoba obat yang merah, tak sembuh dicoba obat kuning, dan ketika sembuh dia menyangka bahwa obat kuning itu ampuh, bisa menyembuhkan, atau ketika mengobati dia memakai ramuan A, tak sembuh, dicoba ramuan B, kok sembuh, maka ramuan B disangka bisa menyembuhkan, maka orang itu masih tingkatan syareat.

Artinya masih memandang segala sesuatu itu bersifat teori dunia. Misal menyelesaikan sesuatu dengan rajah, wifik, asma, tak mempan pakai asma lain, atau pakai rajah lain, dan ketika berefek, dia menyangka bahwa rajah yang ini ampuh, atau orang yang melakukan suatu amalan dzikir atau hizib, atau bacaan tertentu, lalu dia menemukan efek dan menganggap dzikir yang dibaca itu bagus, tapi ketika tidak efek maka dianggap dzikirnya ndak bagus, jadi masih menganggap bahwa dzikir atau amaliyah lahiriyah itu bisa mempunyai power, kekuatan, sehingga dijadikannya sandaran, namanya orang ini masih bersandar pada amaliyah lahiriyah, atau dinamakan orang syareat.

Atau ketika ditimpa sesuatu dia menyangka bahwa amaliyahnya ada yang kurang pas, atau karena sebab salah melakukan sesuatu, sehingga menimbukan kejadian yang tak diinginkan, kurang syarate, tak benar teorinya.

Orang yang bergantung pada amaliyah lahir ini akan mudah lari dari Allah, dan bisa jatuh pada pengingkaran terhadap Allah, karena dalam pemikirannya masih memandang kebendaan, menyangka bahwa benda-benda itu punya kekuatan dan power, benda-benda di dunia itu punya khasiat, bahkan sesuatu pekerjaan yang dilakukan dengan cara tertentu, dengan perhitungan bintang, dengan hari berbeda, itu punya sawab, atau melakukan sesuatu dengan menghadap arah timur barat, utara selatan itu bisa menimbulkan kekuatan yang berbeda.

Orang yang bergantung pada sareat ini, sangat mudah dibujuk oleh iblis, untuk ingkar kepada Allah, karena percaya pada benda-benda, Orang sareat itu hanya memetik buah amal di dunia, misal sakit lalu sembuh, maka sakitnya itu hanya membuatnya berhati-hati, misal sakitnya kena duri, maka dia akan menjauhi duri, misal sakitnya itu batuk setelah sembuh dia berhati-hati makan kerupuk, tidak ada dalam hatinya terlintas bahwa sakit itu ada teguran karena kesalahan dosa, artinya sakit itu dari Allah, dan juga ada kalanya ujian, ada juga anugerah, dia hanya berpikir bahwa sakit itu misal batuk, itu karena dia kena virus atau karena kebanyakan makan yang digoreng, sakit gula dianggap karena banyak makan manis-manis.

Suasana dan pandangan, pendapat dan kesimpulan itu dengan sendirinya akan muncul, karena memang kedudukan orang itu di maqom sareat, atau orang yang masih menggantungkan sebab dunia ini, menjadi sebab terjadinya sesuatu, dan menyelesaikannya tentu dengan teori dunia.

Dan kesimpulan serta tindakan yang dilakukannya itu menunjukkan derajad maqomnya di sisi Allah, dan Allah yang menunjukkan maqam orang itu, di mata orang lain.